Thursday, January 5, 2012

Apa itu yang dinamakan ilmu review

Apa itu yang dinamakan ilmu review

Ilmu didasarkan pada pengalaman empiris dan ilmu itu obyektif. Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang dapat dipercaya karena telah dibuktikan kebenarannya secara obyektif. Pengalaman  adalah sumber pengetahuan, dibuktikan melalui ekperimen. Ilmu adalah suatu struktur yang dibangun diatas kata-kata (j.j. davies, on scientific method).
Menurut pandangan induktivisme naïf, ilmu bertolak dari observasi. Hasilnya merupakan pernyataan-pernyataan yang disebut dengan keterangan-keterangan observasi, lalu menjadi hukum-hukum dan teori-teori yang membentuk pengetahuan ilmiah. Keterangan tunggal: hasil observasi pada faktor, keadaan, waktu yang bersifat khusus, kebenaran dari keterangan dapat dibuktikan melalui penggunaan organ indera. Keterangan
  universal: hasil observasi atas suatu kejadian di semua tempat dan waktu. Syarat sah generalisasi:
1. jumlah keterangan-observasi yang membentuk dasar suatu generalisasi harus besar.
2. observasi harus diulang-ulang pada variasi kondisi yang luas.
3. keterangan-observasi yang sudah dapat diterima tidak boleh bertentangan dengan hokum universal yang menjadi kesimpulannya.
Menurut induktivis naïf, batang-tubuh pengetahuan itu dibangun oleh induksi dengan dasar kukuh yang diperoleh lewat observasi. Ketika jumlah fakta yang diperoleh lewat observasi meningkat, dan ketika fakta-fakta itu makin lengkap dan mendalam karena keterampilan kitadalam observasi dan eksperimen maka makin banyak hokum dan teori yang makin luar kerumunannya dan ruang lingkupnya dibentuk dengan penjelasan induktif yang cermat. Ciri utama suatu ilmu adalah kemampuannya untuk menjelaskan dan meramalkan logika dan penalaran deduktif. bentuk umum penjelasan ilmiah:
1. hukum-hukum dan teori-teori
2. kondisi-kondisi awal
3. ramalan-ramalan dan keterangan-keterangan appeal induktivisme naïf
Objektivitas ilmu induktivis ditarik dari fakta-fakta dari observasi dan penalaran induktif itu sendiri adalah objektif. Reliabilitas ilmu adalah kelanjutan dari klaim-klaim kaum induktivis tentang observasi dan induksi.
Menurut pandangan induktivis naïf, ilmu bertolak dari obsevasi yang memberikan dasar yang kukuh untuk membangun pengetahuan ilmiah di atasnya, “semua gagak adalah hitam”. Namun kesimpulan itu tidak memiliki jaminan secara logis bahwa gagak yang diobservasi kemudian tidak ada yang coklat atau merah jambu. Kalau hal itu terbukti ada, maka kesimpulan “semua gagak hitam” adalah salah.  Dengan demikian induksi tidak dapat dibenarkan dengan bantuan logika semata, dengan menyadari hal ini, sang induktivis melakukan pembenaran dengan bantuan pengalaman. “Problem induksi” adalah problem atau kesulitan yang melekat pada cara membenarkan induksi. Ada kritik mengenai sistem yang memungkinkan probabilitas non zero dianggap berasal dari ramalan individual:
1.       Pertama, pengertian bahwa ilmu lebih terlibat memproduksi seperangkat ramalan individual daripada memproduksi pengetahuan dalam bentuk keterangan umum yang rumit, kurang bisa disebut kontra intuitif.
2.       Kedua, walau perhatian dibatasi pada ramalan-ramalan individual, tetap dapat diperdebatkan apakah teori-teori ilmiah dan keterangan-keterangan universal bisa terhindar dari penilaian tentang benar tidaknya ramalan-ramalan itu.
Kaum induktivis terjerumus dalam jurang kesulitan dalam usaha untuk menerangkan adanya, Ilmu adalah seperangkat keterangan yang dapat ditetapkan sebagai benar atau probabel benar berdasarkan bukti tertentu yang telah diketahui. Ada beberapa kemungkinan respons terhadap problema induksi:
1.       Respon yang pertama ialah bersifat skeptis. Hume menyimpulkan bahwa ilmu tidak dapat dibenarkan secara rasional dan kepercayaan dalam hukum dan teori tidak lain dari kebiasaan psikologis yang kita miliki akibat dari ulangan-ulangan observasi yang relevan.
2.       Respon kedua ialah melemahkan tuntutan induktivis, bahwa semua pengetahuan non logis mesti berasal dari pengalaman dan dengan menentang masuk akalnya prinsip induksi atas dasar beberapa pertimbangan lain.
3.       Respons ketiga adalah dengan melibatkan penolakan bahwa ilmu didasarkan pada induksi.
Ada dua asumsi penting dalam pandangan induktivis naïf tentang observasi: pertama, ilmu bertolak lewat observasi. Kedua, observasi menghasilkan landasan yang kukuh dan dari situ pengetahuan dapat ditarik.  Ada suatu segi penting pada objek saat pengamatan yang sama dilakuakn dua orang, dimana keduanya tidak harus melihat hal yang sama. N. R. Hanson : « melihat itu melebihi dari sekedar apa yang dijumpai oleh biji mata«.  Menurut unduktivis yang paling naif, dasar pengetahuan ilmiah dibangun lewat observasi-observasi yang dilakukan tanpa prasangka dan tidak memihak. Ketergantungan observasi pada teori, sudah tentu mengerogoti klaim induktivis bahwa ilmu bertolak dari observasi. Pemisahan dan penentuan dan cara pembenaran, memungkinkan kaum induktivis menghindari kritik yang diarahkan pada klaim mereka bahaw ailmu bertolak lewat observasi.
Seorang falsifikasionis, mengakui bahawa observasi dibimbing oleh teori dan pra-anggapan. Teori diuraikan sebagai anggapan atau tebakan spekulatif dab coba-coba, yang diciptakan secara bebas oleh intelek manusia dalam usaha mengatasi problem-problem terdahulu dan untuk memberikan keterangan yang cocok tentang beberapa aspek dunia atau alam semesta. Menurut Falsifikasionisme, beberapa teori dapat ditunjukkan sebagai sesuatu yang salah apabila meminta bantuan kepada hasil observasi dan eksperimen. Hal yang mungkin dilakukan adalah deduksi-deduksi logis yang bertolak dari keterangan-observasi tunggal sebagai premise. Ketidak-benaran keterangan universal dapat dideduksi dari keterangan tunggal yang cocok. Kaum Falsifikasionis sangat mengeksploitasi segi logis ini.
Menurut Falsifikasionisme, Apabila ingin menjadi bagian dari ilmu, maka suatu hipotesa-hipotesa akan harus falsiabel dan itu dituntutnya. Dalil dari teori Adler ialah bahwa tindakan manusia didorong oleh semacam perasaan inferioritas. Kaum Falsifikasionis mengakui keterbatasan induksi dan kedudukan rendah faktor observasi terhadap teori, mereka juga menuntut teori dirumuskan dengan cukup jelas untuk menghadapi resiko falsifikasi. Makin teliti suatu teori dirumuskan, maka akan menjadi lebih falsiabel. Menurut Falsifikasionisme kemajuan Ilmu bertolak dengan problema-problema. Problema yang berhubungan dengan keterangan tentang perilaku beberapa aspek dunia atau alam semesta. Hipotesa-hipotesa yang falsiabel diusulkan para ilmuwan untuk memecahkan problema-problema, kemudia hipotesa tersebut dikritik dan diuji.
Suatu hipotesa harus falsifiable, makin falsifiable semakin baik, tetapi tidak harus juga falsifikasi. Dan hipotesa harus lebih falsifiabel daripada hipotesa yang akan mengantikanya. Pandangan falsifikasionis terhadap ilmu yang sofistikit, dengan penekanan pada pertumbuhan ilmu, mengalihkan fokus perhatian mereka dari faedah suatu teori tunggal ke faedah relatif dari teori yang bersaing. Ilmu yang sedang berkembang maju teori-teorinya harus mengandung banyak isi dan informatif, mengenyampingkan modifikasi dalam teori yang dirancang hanya untuk melindungi teori tersebut dari ancaman falsifikasi. modifikasi pada suatu teori yang masih belum diuji terhadap teori yang belum dimodifikasi disebut modifikasi ad hoc.
Falsifikasi yaitu kegagalan teori untuk bertahan menghadapi ujian-ujian deng observasi dan eksperimen dilukiskan sebagai suatu kunci yang penting. Pandangan ini membantah bahwa situasi logis boleh mengukuhkan suatu kesalahan, tetapi tidak boleh mengukuhkan kebenaran teori-teori berdasarkan keterangan observasi-observasi yang diperoleh.  Adalah suatu kesalahan untuk menganggap falsifikasi dengan dugaan-dugaan yang berani dan tinggi falsifiabilitasnya sebagai kejadian-kejadian yang menghasilkan kemajuan yang berarti dalam ilmu. Konfirmasi-konfirmasi terhadap ramalan-ramalan yang baru yang dihasilkan dari dugaan-dugaan yang berani adalah sangat penting didalam pendangan falsifikasionis tentng pertumbuhan ilmu. Tujuan ilmu ialah untuk memfalsifikasi teori-teori dan menggantikannya dengan teori-teori yang lebih baik arti penting beberapa peristiwa konfirmasi atas suatu teori menurut pandangan induktivis ditentukan oleh hubungan logis antara keterangan-keterangan observasi yang dikonfirmasi oleh teori yang didukungnya.
 Kaum falsifikasionis naif berkeras bahwa aktifitas ilmiah harus memiikirkan usaha memfalsifikasi teori dengan cara mengukuhkan kebenaran semua keterangan-observasi yang tidak konsisten dengan nya. Falsifikasionisme yang lebih sofistikit yang mengakui peranan konfirmasi terhadap teori spekulatif dan status falsifikasi teori yang sudah mantap. Namun, keduanya memperlihatkan bahwa ada perbedaan kualitatif antara status konfirmasi dan status falsifikasi. Klaim kaum falsifikasionis bertentangan dengan fakta bahwa keterangan-observasi tergantung/dihasilkan dari teori, sehingga bisa salah (fallibel).
« The problem of the emperical base » Popper menekankan peranan keputusan individu atau kelompok dalam apa yang disebutnya sebagai ‘keterangan dasar’  yaitu “hasil konvensi”. Popper dengan kata lain telah memperkenalkan unsur subjektif. Unsur subjektif dalam ilmu berarti bertentangan dengan apa yang ia sebut sebagai ilmu “suatu proses tanpa subjek” Kaum Popperian sendiri menyebut bahwa keterangan-observasi adalah fallible (bisa salah), oleh karenanya ia bertentangan dengan pandangan kaum falsifikasionism. Teori tidak dapat difalsifikasi, karena keterangan-observasi yang menjadi dasar falsifikasi teori mungkin saja salah. “Semua angsa putih” tentu akan difalsifikasi oleh kaum falsifikasionism ketika dibuktikan terdapat angsa yang bukan putih. Sebenarnya di balik sederhananya falsifikasi tersembunyi kesulitan serius yang ditimbulkan oleh kompleksnya situasi pengujian. Suatu teori tidak dapat difalsifikasi secara konklusif karena mungkin saja ada bagian dari situasi pengujian yang kompleks yang sebenarnya menyebabkan kekeliruan sebuah dugaan. 
Fakta sejarah yang mengganggu kaum falsifikasionis adalah apabila metodologi mereka dipegang teguh oleh para ilmuwan, maka teori yang dianggap sebagai teladan terbaik tidak akan pernah dikembangkan, seperti contoh:
1.       Teori Gravitasi Newton, yang di tahun awal difalsifikasi oleh observasi-observas terhadap orbit bulan. Falsifikasi ini akhirnya bisa ditundukkan dengan alasan lain di luar teori Newton.
2.       Teori Bohr mengenai atom, yang dianggap tidak konsisten dengan observasi bahwa suatu zat dapat bertahan stabil untuk jangka waktu yang melampaui kira-kira 10-8. Teori Bohr tidak dibuang.
3.       Teori Kinetic (hukum gerak), yang menurut penemunya Maxwell pada tahun 1859 telah difalsifikasi oleh pengukuran-pengukuran panasnya gas-gas khusus. Falsifikasi teori kinetic Maxwell masih bertahan.
4.       Teori Revolusi Copernican yang dibahas dalam subbab terakhir.
Di Eropa jaman pertengahan, Fisika dan Kosmologi. Pada awal abad 16, tepatnya 1543, Copernicus menyusun suatu astronomi baru yang menyatakan bumi bergerak. Banyak argument ditujukan untuk menentangnya, sehingga Copernicus tidak dapat membela teorinya dengan memuaskan. Aristotelian dimana salah satunya argumennya yang paling mengancam adalah argument menara yang berbunyi “Apabila bumi berputar pada porosnya, sebagaimana Copernicus mengemukakannya, maka tiap titik di permukaan bumi dapat bergerak cukup jauh dalam sedetik…” Namun kenyatannya tidak demikian, bumi tidak mungkin berputar dan Copernicus salah. Orang yang memberi sumbagan penting pada sistem Copernicus adalah Galileo. Ia melakukannya dengan dua cara. Pertama penggunaan teleskop untuk observasi angkasa yang dengan demikian ia mengubah data observasi yang membutuhkan teori Copernicus untuk menerangkannya. Kedua, ia merencanakan permulaan suatu mekanika baru yang menggantikan mekanika Aristotelian dan dengan ini argument mekanis yang menentang Copernicus dapat dikalahkan. Tidak dapat disangkal bahwa sekali observasi yag dilakukan oleh Galileo itu diterima.
Galileo dan teleskopnya menimbulkan masalah epistemologis; mengapa observasi dengan teleskop lebih disukai ketimbang mata telanjang? Hal ini bisa dijelaskan dengan teori optic yang menerangkan bahwa teleskop dapat memperbesar objek observasinya. Namun Galileo tidak memakai teori optic ini. Teori itu ditambahkan dan dikembangkan beberapa dasawarsa kemudian. Kaum induktivis dan kaum falsifikasionis tidak dapat memberikan suatu pandangan ilmu yang sepadan dengannya. Konsep baru tentang gaya dan kelambanan tidak hadir sebagai hasil observasi yang cermat, juga tidak dengan falsifikasi dugaan-dugaan yang berani, yang setiap kali diganti dengan dugaan yang baru.
                Revoluis Copernican, bahwa pandangan induktivitas dan falsifikasionis tentang ilmu terlalu miskin, dengan hanya memusatkan perhatian pada hubungan antara teori dengan keterangan observasi, mereka gagal memmperhitungkan kompleksitas yang terdapat dalam teori ilmiah yang penting. Kaum induktivis yang menarik teori secara induktif dari hasil observasi, dan kaum falsifikasionis yang melakukan falsifikasi, dan tidak mampu mengkarakterisasi dengan asal-usul dan pertumbuhan teori yang kompoleks secara alamiah. Ketergantungan makna suatu konsep pada struktur teori yang melahirkannya dan ketergantungannya keketatan suatu konsep pada ketetatan dan kadar koherensi suatu teori, bisa dibuat masuk akal dengan memeprhatikan keterbatasan beberapa cara alternative dalam mana suatu konsep bisamemperoleh suatu makanannya. Salah satu alternative dengan melalui pendefisian dari konsep itu sendiri.
                Program riset lakatosian adalah suatu struktur yang memberikan bimbingan untuk riset dimasa mendatang dengan cara positif dan negatif. Heuristic negative adalah program terperinci yang menetapkan bahwa asumsi dasar yang melandasi program itu- ini merupakan inti pokoknya- seharusnya jagan sampai ditolak atau di modifikasi. Heuristic positif meliputi bimbingan garis besar yang menunjukkan bagaimana program riset itu dikembangkan. Program riset itu progresif dan degenerative tergantung pada apakah mereka berhasil atau gagal memimpin ke penemuan fenomena baru. Inti pokok program adalah menentukan cirri-ciri suatu program, dan ini menjadi hipotesa teoritis yang sangat umum dan menjadi dasar program yang akan dikembangkan.
                Heuristic negative adalah tuntutan bahwa selama program masih dalam perkembangan, inti pokoknya teteap dimodifikasi dan tetap utuh. Heuristic positif adalah satu segi program riset yang menunjukkan kepada ilmuwan apa yang harus dilakukan ketimbang apa yang harus dilakukan, heuristic positif menunjukkan bahwa inti pokok program harus dilengkapi agar dapat menerangkan dan meramalkan fenomena yang nyata. Metodologi Lakatos adalah hiasan verbal sebagai kenang kenangan masa-masa bahagia ketika orang mengira masih mungkin bisnis ilmu yang kompleks dan sering mencelakakan hanya dengan mengikuti beberapa hukum yang sederhana dan rasional.
Kuhn memulai karier akademisnya sebagai ahli fisika dan kemudian mengalihkan perhatiannya pada sejarah ilmu. Satu segi utama dari teorinya adalah penekanannya pada sifat revolusioner dari suatu kemajuan ilmiah revolusi yang membuang suatu struktur teori dan menggantinya dengan yang lain dan bertentangan dengan yang semula. Perbedaan utama antara Kuhn di satu fihak dan popper/lakatos di pihak lain ialah penekanan Kuhn pada faktor faktor sosiologis. Kuhn tentang cara ilmu berkembang dapat diringkaskan dalam sutau skema yang open-ended, artinya sebuah akhir yang selalu terbuka untuk diperbaiki atau dikembangkan lebih lanjut. Skemanya adalah sebagai berikut :
Pra ilmu →ilmu biasa → krisis → revolusi → ilmu biasa baru → krisis baru.
Paradigma yang baru yang penuh dengan janji dan tidak terkurung oelh kesulitan-kesulitan yang tidak dapat diatasi, sekarang lantas membimbing aktivitas ilmiah yang baru dan biasa sampai akhirnya ia pun jatuh ke dalam kesukaran yang serius dan timbullah satu krisis baru yang diikuti oleh suatu revolusi baru.
Menurut Kuhn, existensi suatu paradigma yang mampu mendukung tradisi ilmu biasa merupakan ciri yang membedakan ilmu dari non ilmu. Semua paradigma akan mengandung beberapa keterangan metodologis yang sangat umum. Kuhn menggambarkan ilmu biasa sebagai aktivitas pemecahan teka-teki yang dibimbing oleh peraturan-peraturan suatu paradigma. Menurut Kuhn, pra ilmu dengan sengketa pendapat total dan perdebatan terus menerus mengenai hal-hal mendasar yang begitu banyaknya sehingga tidak mungkin untuk meneruskan pekerjaan keahlian yang mendetail itu. Menurut Kuhn, analisa tentang ciri-ciri periode krisis dalam ilmu menuntut wewenang seorang ahli psikologi yang sama besarnya seperti dari seorang ahli sejarah. Bila kelainan-kelainan telah nampak menimbulkan problema yang gawat bagi suatu paradigma, maka ini berarti dimulainya periode “kerawanan professional yang nyata” .
Fungsi ilmu biasa dan revolusi Menurut Kuhn, ilmu biasa dan revolusi-revolusi melayani fungsi-fungsi tertentu yang perlu, sehingga ilmu itu harus melibatkan sifat-sifat atau beberapa ciri lain yang bsia melayani pelaksanaan fungsi-fungsi tadi. Individualisme adalah suatu pandangan yang melihat pengetahuan dipahami sebagai seperangkat khusus keyakinan yang dianut oleh para individu dan yang ada di dalam fikiran atau otak mereka. Manusia secara individual mempunyai dua cara memperoleh pengetahuan tentang dunia:
1.       Pemikiran : apabila kita member prioritas pada pemikiran, maka kita mencapai ke suatu teori rasionalis klasik tentang pengetahuan.
2.       Observasi : apabila kita member prioritas pada observasi, maka kita akan mencapai ke suatu  teori empiris tentang pengetahuan.
Objektivisme adalah Seorang objektivis dalam analisisnya tentang pengetahuan memberikan prioritas pada ciri-ciri permasalahan atau cabang tertentu pengetahuan yang  dihadapinya, terlepas dari sikap, keyakinan atau keadaan subjektif lainnya. Titik berat objektivis dapat diilustrasikan dengan menunjuk pada pernyataan-pernyataan yang sangat sederhana. Ilmu sebagai suatu praktek sosial Ilmu mempunyai aspek prakteknya. Objektivisme yang didukung Popper, Lakatos dan marx Tesis Popper mengenai objektivis :
(1) pengetahuan atau fikiran dalam pengertian subjektif, terdiri dari keadaan fikiran (state of mind) atau kesadaran atau kecenderungan bertindak atau bereaksi.
(2) pengetahuan atau fikiran dalam pengertian objektif, terdiri dari problema-problema, teori-teori dan argument-argumen itu sendiri.
Lakatos mengemukakan bahwa penting mengambil posisi objektivis ketika menulis sejarah tentang perkembangan intern suatu ilmu. Dari satu segi, matrealisme historis, teori tentang masyarakat dan perubahan social yang diciptakan Karl Marx, adalah suatu teori objektif dalam mana pendekatan objektivis telah diterapkan pada masyarakat sebagai suatu keseluruhan. Dari sudut pandang matrealisme, individu-individu dilahirkan ke dalam suatu bagian struktur social yang sudah ada lebih dulu, yang bukan pilihannya, dan kesadaran-kesadaran individu itu terbentuk oleh pengalaman praktek social mereka di dalam struktur itu, hasil tindakan sosial seorang individu akan ditentukan oleh detail suatu situasi social dan secara tipikal ini akan sangat berbeda dari apa yang dikehendaki individu itu.
Keterbatasan Objektivisme metodologi Lakatos melibatkan pengambilan keputusan-keputusan dan pilihan-pilihan oleh para ilmuwan Timbul persoalan ketika ilmuwan mencoba bertindak sadar sesuai dengan metodologi Lakatos.
1.       Pertama, sulit untuk mengerti bagaiman para ilmuwan selama 200 tahun belakangan ini dapat menyadari petunjuk-petunjuk suatu metodologi yang baru saja disusun pada waktu akhir-akhir ini.
2.       Kedua, metodologi Lakatos tidak memadai untuk mendikte para ilmuwan melakukan pilihan.
3.       Ketiga, apabila usaha pertanggungjawaban perubahan teori bergantung pada keputusan dan pilihan ilmuwan maka ia gagal dalam memperhatikan celah antara pengetahuan objektif dan distorsi refleksi individu. Asumsi yang dibuat Lakatos, juga Popper dan Khun yaitu bahwa perubahan-teori harus diterangkan dengan referensi pada keputusan dan pilihan para ilmuwan.
Kesempatan Objektif, pandangan tentang perubahan teori di dlam fisika dikemukakan berdasarkan pengertian tentang kesempatan suatu teori atau program. Pandangan Objektivis tentang Perubahan Teori. Suatu pandangan objektivis tentang perubahan-teori perlu memperhitungkan tidak hanya kerelatifan derajat-kesuburan dari program-program rivalnya, tetapi juga sukses-sukses mereka di dalam praktek.
Feyerabend bersikeras pada klaimnya bahwa tidak ada metedologi ilmu yang pernah dikemukakan  selama ini.  Chalmers, banyak argumennya menentang  metedologi yang saya cap sebagai  induktivisme dan falsifikasionisme. feyerabend secara meyakinkan mengemukakan bahwa metedologi ilmu telah gagal menyediakan hokum-hukum yang memedai untuk membmbing  aktivitas ilmuan. Feyerabend, megemukakan, banyak kaum metedologis sudah mengagap benar tanpa argumentasi  bahwa ilmu membentuk paradigm rasional. Apabila ilmu mau diperbandingkan dengan dengan bentuk-bentuk pengetahuan lain maka diperlukan menyelidiki watak dan tujuan dari ilmu tersebut. Hal ini dilakukan dengan menyelidiki catatan sejarah dan buku pelajaran  yang orisinal, contoh yang diberikan fayareband  adalah mekanika kuantum  modern.
Menurut Popper, setiap teori harus melalui proses falsifikasi untuk menemukan teori yang benar. Bila suatu teori dapat ditemukan titik lemahnya maka teori tersebut gugur. Sedangkan menurut Feyerabend tidaklah demikian. Feyerabend berpendapat bahwa untuk menemukan teori yang benar, suatu teori tidaklah harus dicari kesalahannya (falsifikasi) melainkan mengembangkan teori-teori baru. Feyerabend menuturkan hal ini dalam artikel ‘On a Recent Critique of Complimentary’. Menurut Feyerabend, dalam bukunya Against Method, tidak ada satu metode rasional yang dapat diklaim sebagai metode ilmiah yang sempurna. Metode ilmiah yang selama ini diagung-agungkan oleh para ilmuwan hanyalah ilusi semata.   
Realisme, teori bertujuan menguraikan bagaimana dunia yang sebenarnya. Terjadi dalam dunia fisika. Melibatkan dalam pandangannya pengertian tentang kebenaran. Teori yang secara tepat melukiskan dunia dan gelagat perilakunya adalah teori yang benar, demikian sebaliknya. Dianggap lebih produktif karena ‘menghasilkan sesuatu’ sehingga lebih disukai.Instrumentalisme, Komponen teoretis ilmu tidak menggambarkan kenyataan. Teori-teori dipahami sebagai instrumen-instrumen yang direncanakan untuk menghubungkan serangkaian keadaan hal-ikhwal yang dapat diobservasi dengan lainnya. Pengertian tentang kebenaran lebih dibatasi. Benar atau salah tergantung pada apakah mereka melukiskannya secara tepat atau tidak (mereka = pendefinisi). Konstruksi teoretis tidak terfokus pada benar atau salah melainkan pada kegunaannya sebagai instrumen (alat). Ide realisme sering dilawankan dengan relativisme. Menurut realisme, teori bisa saja benar meskipun tidak ada yang mempercayainya.
Menurut popper Ilmu sebagi pencarian akan kebenaran, ialah pengakuannya akan arti penting ide untuk mendekat ke kebenaran. Intinya, apa yang disebut fakta sebenarnya gagasan yang diciptakan dan dirangkai dalam pikiran. Popper tentang pendekatan ke Kebenaran, Ini bukan ‘mendekati’ kebenaran atau hampir benar, tetapi suatu cara untuk mencari kebenaran. Popper adalah penganut falsifikasi. Teori bisa dinyatakan salah dan diganti dengan perkembangan teori yang lebih baru. Kritik terhadap pandangan instrumentalis dan pandangan realis tentang fisika yang mengatakan bahwa “teori harus sesuai kebenaran” Suatu teori biasanya selalu memiliki teori yang menggantikannya atau meneruskannya, hal ini adalah konsekuensi dari suatu perubahan revolusioner Contoh yang digunakan adalah teori Newton (instrumentalis) dan teori Einstein (realis) Antara teori Newton dan teori Einstein memiliki pandangan berbeda tentang ‘fakta’ Pandangan realis terhadap relassi teori Newton dan dunia kenyataan 2. Realisme Non-representatif
Lebih mengacu pada fisika sebagai ilmu Relasi teori fisika dan dunia menggambarkan dua segi umum fisika: (1) eksperimen dan (2) kenyataan bahwa fisika pernah mengalami perubahan-perubahan revolusioner Dua relasi tersebut menjadi dasar dr penulis untuk menjawab pertanyaan “apa itu ilmu?” Untuk mendefinisikan fisika sebagai ilmu: fisika sebagaimana adanya sekarang diuji dengan mengkonfrontasikannya pada fisika aktual à disebut penulis seolah ada suatu kategori “ilmu” yang bisa digunakan sebagai dasar penilaian untuk memasukkan bidang-bidang pengetahuan seperti fisika, biologi, sejarah, dll sebagai kategori “ilmu” atau tidak Posisi penulis adalah tidak sepakat dengan “kategori ilmu” tersebut dan cenderung lebih melihat pada tujuan-tujuan dr suatu bidang pengetahuan, cara-cara/metode-metode yang digunakan untuk mencapai tujuan dan bagaimana derajat keberhasilannya.

No comments:

Post a Comment