Thursday, January 5, 2012

Teori Budaya David Kaplan dan Robert A. Manners review

Teori Budaya
David Kaplan dan Robert A. Manners

I.              ANTROPOLOGI: Metode Dan Pokok Soal Dalam Penyusunan Teori
Antropologi merupakan bidang ilmu yang mempelajari budaya suatu masyarakat pada etnik tertentu, namun tidak hanya itu antopologi juga mempelajari gejala-gejala yang meliputi kekerabatan dan organisasi sosial, politik, teknologi, ekonomi, agama, bahasa, kesenian dan mitologi. Manusia sebagai makhluk yang memiliki kesamaan, namun dari kesamaan itu mempunyai latar belakang yang kontras, yang disebut perbedaan inframanusiawi. “Salah satu kelebihan lain dari ilmu antropologi adalah satu-satunya ilmu sosial yang membahas kedua sisi sifat-hakikat manusia sekaligus yaitu: sisi biologis (antropologi ragawi), sisi cultural 
(antropologi budaya)”. hal 1, sehingga dapat disinyalir antropologi mempunyai pembahasan yang sangat luas. Pada akhir abab ke Sembilan belas ilmu antropologi mengalami perkembangan menjadi ilmu pengatahuan sistematis, sehingga para antrologpun mencoba meringkas dengan dua pertanyaan besarnya yaitu:
1.  Bagaimana bekerjanya berbagai system budaya yang berbeda-beda?
2.  Bagaimanakah maka system budaya yang beraneka ragam itu menjadi keadaan kini?
“Masalah besar dalam antropologi adalah menjelaskan kesamaan dan perbedaan budaya, pemeliharaan budaya maupun perubahannya dari masa ke masa” hal 3. Dari penjelasan diatas dapat di asumsikan ruang lingkup antropologi sangat luas serta mampu menembus ruang dan waktu. Untuk mendapatkan sebuah jawaban pada sebuah perbedaan antar kelompok satu dengan kelompok yang lain baik secara nilai, prilaku, keyakinan, bentuk sosial pada suatu kelompok, dengan mempelajari mekanisme, struktur, juga sarana-sarana dari luar diri dari manusia yaitu : alat yang digunakan manusia untuk mentransformasikan dirinya sendiri. Sedang untuk menjawab « sebuah perbedaan dari masa ke masa « untuk mendukung penjelasan sosiokultural (lawan penjelasan psikobiologis).
Mekanisme, struktur dan sarana kolektif luar diri manusia itu disebut oleh antropolog sebagai « budaya »(culture) hal 4. Budaya (culture) bertujuan untuk « menjelaskan » merujuk pada fenomena perbedaan prilaku manusia yang tidak dapat dijelaskan secara tuntas oleh konsep psikobiologis, sehingga budaya (culture) diistilahkan sebagai omnibus,dengan pengertian sesuatu yang maha luas. Sistem sosial manusia adalah sosiokultural sejati, antara lain sistem sosial yag bersifat biososial artinya pencerminan watak biologi dari spesiesnya. Sedang system sosial manusia sangat bermacam-macam sehingga mencerminkan keragaman dan mempunyai pengaruh atau dampak disebut “tradisi warisan”.
Ø  Relativisme melawan Perbandingan
Teori dan metodologi para antropologi menggunakan relativistik dan dan komparatif. « Relativisme (teori idieologis) menyatakan bahwa setiap budaya merupakan bentuk wujud/ konfigurasi yang unik yang memiliki citrarasa khas dan gaya serta kemampuan tersendiri » hal 6, keunikan dinyatakan tanpa didukung adanya penjelasannya. Kaum relativis menyatakan, suatu budaya harus diikmati sebagai suatu kebulatan tunggal dan hanya sebagai dirinya sendiri. Relativisme berguna sebagai peringatan bagi kita bahwa dalam mempelajari budaya lain atau budaya yag berbeda dengan budaya kita, harus kita usahakan agar kita tidak terpengaruh oleh prakonsepsi budaya kita sendiri. Sedangkan komparativis menyatakan bahwa suatu intitusi, proses, kompleks atau ihwal, harus dicopoti dari matrik budaya yang lebih besar dengan cara tertentu sehingga dapat dibandingkan dengan indtitusi, proses, kompleks atau ihwal-ihwal dalam konteks sosiokultural lain. Suatau monografi etnologipun menggunakan perbandingan dikarenakan etnograf boleh dikatakan harus memperbandingkan budaya yang sedang kita pelajari dengan budaya lain yang sudah kita kenali melalui bacaan atau pengalaman. Kedua padangan itu tidak memiliki titik temu dan tidak setuju diizinkan dengan adanya pemerkosaan pada sebuah budaya, bahkan kedua pandangan itu bersepakat tidak ada dua budaya atau lebih yang memiliki kesamaan yang sama persis.
Ø  Perbandingan dan Tipe Struktural
Dalam memutuskan fenomen pada suatu kebudayaan dapat diperbandingkan atau tidak, pandangan tipe secara struktural menjadi sangat penting. Tipe struktural adalah suatu klasifikasi fenomen yang dipelajari menurut cirinya yang penting dan menentukan, selagi kita mendefinisikan ciri tersebut. Para antropolog lebih sadar diri dan lebih sistemetis dalam melakuka perbandaingan biasanya melakukan dua jenis kajian yang pertama: perbandaingan skala kecil dalam suatu wilayah geografis, yang kedua adalah survei lintas budaya dengan skala besar sejumlah budaya yang tidak memiliki hubungan historis. Ada dua kelebihan atau keuntungan pada saat mengkaji budaya dengan menggunakan skala kecil: Keuntungan pertama dalam kajian ini lebih siap menggunakan teknik penelitian lapangan tradisional. Keuntungan kedua: masyarakat-masyarakat dengan teknologi sederhana disuatu kawasan geografis cenderung memiliki kemiripan struktural antara yang satu dengan yang lain. Namun dengan adanya suatu hubungan historis pada suatu budaya juga memojokka seorang peneiliti dalam menghadapi kasus, apakah kasus ini tunggal yang berfragmentasi atau sebuah kasus yang muncul secara bebas (independent).
Sementara kajian pada skala besar memilki kelemahan pokok ialah ketidak mampuannya mendeskripsikan tipe-tipe dengan sesuatu cara yang memungkinkan perbandingan pada setiap tipe itu, masig-masing antara tipe satu dengan tipe lain. Kelebihan dan kekurangan yang dimilki kajian skala kecil maupu skala besar tidak lain bertujuan untuk saling melingkapi seperti kata Stansislav Andreski hal 14.
Ø  Masalah Pedefinisian Teori
Pengetahuan teoritik adalah pengetahuan yang berupaya menjelaska fenomen empirik. Teori juga bukan sekedar ikhisar data yang ringkas, dikarenakan didalamnya tidak hanya mengatakan “apa” melainkan juga “mengapa” sesuatu terjadi sebagai yag berlaku dalam kenyataan. Teoripun harus berfugsi ganda: pertama, menjelaskan fakta yang sudah diketahui dan kedua: membuka celah pemandagan baru yang dapat mengantarkan kita menemukan fakta baru juga. Idus marphree berkata bahwa bila ihwal atau kejadian yang sama ditafsirkan dalam konteks teoritik yang berbeda, maka akan muncul jenis-jenis fakta yang berlainan pula, dikarenakan suatu teori bersifat generalisasi.
Perbedaan Teori dengan generalisasi empirik pada beberapa hal yang penting: generalisasi empirik memberikan label pada regularitas alami, sedang teori memberikan alasan berlangsungnya regularitas itu. Generalisasi empirik menembus hinggga melampaui pengamatan (observasi), tetapi kesuburan penjelasan terbatas. Generalisasi teoritik menurut kita ke arah fakta baru membuka jalur-jalur baru dalam penelitian. Pernyataan deskriptif mengacu pada kejadian yang muncul dalam suatu konteks ruang dan waktu tertentu, sedangkan generalisasi empirik (induktif) menunjuk pada hubungan-hubungan yang berlaku pada kondisi-kondisi tertentu tanpa peduli ruang dan waktu. Hubungan logis antara teori antara proposisi teori umum (proposisi yang mencoba mengatakan bahwa bukan hanya apa yang terjadi melainkan juga mengapa sesuatu terjadi sebagi dalam kenyataan). Hubungan ideal seperti dikatakan para filsuf ilmu ( yang jelas dilandasi oleh pemikiran fisika) atau disebut dengan deduktif.
Ø  Hubungan antara Teori Etnologi dan fakta Etnografi
Gagasan luas dari berbagai ilmu dapat diterima apabila : pertama, pernyataan empirik tentang fakta yag didapat melalui pengamatan atau observasi. Kedua : pernyataan teoritik yang bersifat spekulatif serta dapat berubah dan berbeda seiring dengan pergeseran titik pandang atau pendapat. Perbedaan antara fakta dan teori dalam antropologi yakni berupa perbedadaan etnografi (pemerian/deksripsi budaya) dan etnologi (pembentukan teori tentang pemerian itu). Apakah fakta yang relevan untuk mendukung sesuatu teori? Julian Steward dalam bukunya “Cultural Causality and Law” “pengumpulan fakta itu sendiri bukanlah prosedur ilmiah yang telah memadai, fakta hanyalah ada sehubungan degan teori dan teori tidak rusak oleh fakta teori digantikan oleh teori-teori baru yang memberikan penjelasan yang lebih baik dari fakta itu.
Ø  Masalah-masalah Khusus dalam Pembetukan Teori Antropologi
Pandangan-dalam melawan Pandangan Luar-mengenai Suatu Budaya
            Dalam menyusun dekripsi orang-orang di dalam budaya itu ada dua kategori : koseptual warga budaya yag bersangkutan (pendekatan emik), atau apakah pemerian/deksripsi itu kita susun kategori konseptual dalam antropologi yakni sebagai budaya itu kelihatan dari luar (pendekatan epik). Sejumlah besar antropolog sampai malinowski mengatakan bahwa hendaknya tujuan yang dijangkau oleh etnografi adalah penyingkapan hal-hal yang harus diketahui oleh seseorang agar mampu mengenal dan menjelajahi seluk-beluk budaya tertentu dan pendekar wawasan bahwa misi y=utama etnografi ialah « memehami pandangan hidup warga peribumi dalam rangka relisasi impian para warga pribumi tentang dunia.
            Suatu hikmah purba dari etnografi yang dapat kita kukuhkan yaitu penelitian antropologi yang pantas ialah yang bukan hanya berupa upaya penyingkapan titik-pandang suku pribumi, cara mereka mencerap dan menata jagat tanah mereka dan pandangan ideal maupu subjektif mereka tentang dunia sosial kehidupan mereka.
Ø  Objektivitas Pelaporan Antropologis
Masalah klasik pada ilmu-ilmu sosial yang belum juga terpecahkan sampai sekarang ialah mengenai kesenjangan si peneliti. Bagaimana dapat diharap tercapai pegetahuan objektif mengenai fenomen sosialkultural bila praktisi ilmu sosial adalah ideolog? akan tetapi seberapa jauhkan catatan itu merupakan bias pribadi si antropolg sendiri, baik rasa suka maupun ketidak sukaan itu sendiri ? Semua manusia bukan hanya antroplog juga mengalami bias. Keliru jika kita ingin mendapatkan objektivitas didalam pemikiran dan sikap antropolog sebagai individu. Buka di sana kita harus mencarinya melainkan –seperti yang ditulis oleh karl popper- objektivitas harus dicari dalam institusi dan tradisi kritik suatu disiplin. Dengan memberi dan menerima kritik kita dapat salig memberi bermacam-macam bias dengan harappan muncul suatu yang mendekati objektifitas, dengan kata lain sesuatu diupayakan dan ditingkatkan secara kumulatif dari masa ke masa. Sikap relativisme mempunyai kelemahan tidak dibedakan antara oleh filsuf ilmu disebut sebagai konteks penemuan konteks justifikasi.
Ø  Pembentukan Teori
Pandangan yang merangkum seluruh jiwa dan ilmiah adalah melihat ilmu pengetahuan sebagai suatu metode intelektual. Menurut Ernest Nagel : « seperangkat litani logika untuk mengkaji klaim atas pengetahuan » sedangkan Karl Popper sains adalah « suatu proses menebak dan membuktikan kesalahan tebakan » artinya ilmu mengaju tebak-tebakan berani mengenai keadaan dunia, kemudian berusaha membuktikan kesalahan tebak-tebakkan itu. Rentetan pertayaan dan pengujian bukti ialah yang disebut sebagai pengetahuan alias sains.
Verstehen 
Verstehen ialah sebuah pandangan memengenai sasaran ilmu sosial bukanlah perumusan sistem penjelasan yang umum, melainkan lebih pada pengorganisaian dan presentasi data dengan cara tertentu yang menjadi data itu dapat dipahami melalui proses pemahaman dan empati individu. Ilmu bukanlah metode untuk menghasilkan teori. Teori adalah tindakan kreatif dari pikiran yang menggenggam informasi dan berdisiplin. Terdapatnya perbedaan inheren antara data antropologi dan data ilmu alam, namun dengan adanya kekurangan itu ada empat hal yang dianggap sangat meyakinkan dan penting :
Historikal/ kesejarahan
Pertama, dengan adanya perubahan waktu dan perubahan sturuktur sosial pada suatu budaya tertentu maka suatu teori semestinya diperbaharui demi menunjang suatu perubahan untuk memperjelas perubahan struktur baru. Hal ini dikemukakan oleh Wilber Moore teori statis adalah daur ulang yag muncul berulang dalam suatu system, sedangka teori dinamis adalah mengenai system-sistem yang berubah.
Kedua, sistem terbuka. Jenis sistem pada ilmu antropologi bersifat terbuka, dan mempersoalkan jenis variable yang jaul lebih banyak dari system yang dipakai oleh ilmu alam, bahkan tidak dapat mengkontrol semua variable yang mungkin bersifat relevan, sehingga ilmu antropolog bersifat sangat probabilistik.
Ketiga, isu-isu sosial. Dengan berkembangan ilmu alam dengan kecangihan teknologi memungkinkan masalah yang didapatkan mampu terpecahkan, sedangkan pada ilmu sosial lebih sering menghadapi masalah yang tersodorkan atas nama kepentigan dan keprihatinan masyarakat, dalam kenyataannya pada disiplin ilmu sosial tidak memiliki alat konseptual dan analisis untuk memecahkannya. Sedangkan masyarakat mengharapkan penjelasan dan penjelasan itu diharapkan secara rinci.
Keempat, ideologi. Reaksi-reaksi orang terhadap proposisi-proposisi pada ilmu sosial mempunyai konteks ganda yakni selain sebagai teori juga sebagai ideologi secara sekaligus. Namun dengan adanya konteks ganda terdapat kesusahan dalam penyaringan teori : mana teori yang dapat dipertahankan karena bermanfaat, mana teori yang tidak dapat dipertahaka karena kurang bermanfaat atau keliru. Faktor ekstra-ilmiah adalah implikasi moral yang dianggap sebagai implikasi moral dari suatu teori. Teori adalah pengetahua yang diorganoisasikan dengan cara tertentu yang meletakkan fakta dibawah kaedah umum.
II.            Orientasi Teoritik
Empat pendekatan atau orientasi teoritik yang menjadi ciri dari antropologi yakni evolusionisme, fugsionalisme, sejarah dan ekologi budaya. Metodologi artinya mempersolkan bentuk atau logika studi ilmiah. Metodologi bersifat formal sedangkan teori bersifat substantif. “Teori berurusan dengan entitas yang memiliki implikasi jelas dan tertentu; teori juga memasalahkan hubugan diantara entitas itu” hal 45. Terdapat dua pertanyaan besar pada keepat pedekatan ini, pertama: bagaimana system budaya bekerja, kedua: bagaimana suatu system budaya dapat menjadi seperti keadaan sekarang ini.
Ø  Kerangka Historis Umum
Abad ke Sembilan belas, sebagian besar ilmu-Ilmu sosial didomiasi oleh orientasi evolusioner dan orientasi perkembangan (developmental). Sedang pada abad dua puluh muncul reaksi penolakan humanis menetang cara berfikir evolusioner di bidang sosial yang sedang mengalami terombang-ambing, sebagai alasan tambahan adanya kerja lapangan. Versi fungsionalisme ialah dokri yang membenarkan bentuk setiap budaya adalah suatu konfigurasi unik tersendiri yang terbentuk dari bagian-bagian berinterelasi secara unik, dan bahwa bagian-bagian tersebut harus dipahami hanya dalam bagian kaitan dengan konteks konfigurasi yang luas.
Ø  Evolusi Aband Sembilan Belas : Suatu Perspektif Historis
Ada dua alasan mengenai evolusioner pada abad ke Sembilan belas, pertama: rumusan-rumusan teoritik dari para penulis abad ke Sembilan belas di perlakukan kurang patut oleh antropolog sesudahnya. Kedua: adanya keyakinan rumusan tersebut masih relevan dengan konsepsi-konsepsi mutakhir perkembangan. Kritis pedas ditujukan oleh evolusioer abad ke Sembilan belas, bahwa mereka sangat etosentris. Tiga asumsi dasar yang menjadi integral pemikira dan metodologi penelitian antropologi adalah : (1). Diktum bahwa fenomen kebudayaan harus dikaji dengan cara naturalistik (2). Premis tentang « persatuan psikis umat manusia » yakni bahwa perbedaan dua kelompok tidaklah disebabkan oelh perbedaan kelengkapa psikobiologis melaikan perbedaaan pengalaman sosial budaya (3). Penggunaan metode komparatif sebagai ganti teknik eksperime da laboratoris dalam ilmu surgawi.
Ø  Evolusi Mutakhir
Childe, White dan Steward
Childe pada bukunya (Man Makes Himself, 1941 ; dan What Happen in History, 1946) menjelaskan; childe menggunakan rekaman arkeologis untuk menunjukkan bahwa kemajuan teknik yang dramatik dalam sejarah manusia, ( budidaya tumbuhan dan hewan, pertanian irigasi, penemuan logam dll) telah membawa evolusioner dalam keseluruhan jalinan kehidupan kultur manusia. Struktur-struktur sosaia dan politik, begitu pula terhadap pengorganisasian dan pegetahuan dipahami untuk realitas serta mengalami trasformasi. Keutamaan dari pemikiran childe, dari rekaman arkeologis menunjukan ada perubahan pola yang bersifat evolutif dan progresif. Terbukti pada masa neolitik muncul peradaban ;mesir, yunani,romawi dll.
White selalu kosisten terhadap orientasi evolusioner, serta memahami evolusi kebudayaan dari segi tertentu dalam konspsinya. Menurut White tanda tanda adalah hal atau kejadian yang memiliki arti inheren dengan fisik tanda itu, arti itu diidentifikasikan begitu dekat dengan bentuk fisik sehingga tampak iheren. Sedang simbol atau lambang adalah benda atau kejadian yang artiya dilekatkan secara arbitrer (sewenang) dengan orang yang menggunakannya secara kolektif. Pandangan White mengenai budaya adalah bahwa karen prilaku spesies hewan infrahuman kelas tinggi bersifat nonsimbolik, mereka terbatas berkecimpung dalam dunia pengalaman indrawi mereka sendiri hal 61. Kata White ; budaya hanya dapat diterangkan sebagai atau dalam kaitan dengan budaya. Perubahan-perubahan dalam tradisi superorganik (budaya,kultur) maupun variasi-variasi local didalam berlangsung dari waktu ke waktu tidak dapat diterangkan dengan merujuk pada factor geografis.
Julian Steward senada dengan White, menekankan keberbedaan setiap budaya dan praktis mengabaikan kemiripan lintas budaya yang mengesankan sebagai yag terungkap dalam proses-proses cultural. Steward dan White berpandangan bahwa tujuan utama antropologi ialah pengungkapan regularitas cultural sepanjang perjalanan waktu disertai penjelasanya dalam rumusan sebab-akibat. Steward mendefinisikan evolusi multiliniar sebagai metodologi untuk menelaah perbedaan da kemiripan kebudayaan melalui perbandingan antara runtunan-runtunan perkembangan parallel, umumnya di wilayah-wilayah geografis yang terpisah-pisah jauh, dan tugas utama dari evolusi multiliniar untuk menguraikan, menjelaskan kesamaan-kesamaan struktural itu.
Tiga gagasan unsure sentral Steward mengenai evolusi budaya; (1). Institusi inti lawan institusi peripheral (2). Tipe budaya (3). Taraf integrasi sosial-budaya. Institusi inti adalah hubungan erat cara sesuatu budaya beradaptasi terhadap lingkungan mengenai ekploitasi lingkungan itu sendiri. Steward menekankan, menolak adanya gagasan behwa taraf-taraf yang dikemukakanya itu mewakili runtutan empirik yang setepat-tepatnya, bagiya taraf-taraf tersebut terutama adalah sebagai piranti heuristik guna menata data dan menghadapi transformasi budaya.
Beberapa sumbangan umum
Marshall sahlins mengemukakan bahwa kedua pendapat White dan Steward mengenai evolusi budaya keduanya saling melengkapi dan bukannya saling bertentangan. Disatu pihak evolusi budaya menghasilkan taraf pegorganisasian yag meningkat, yakni system-sistem yang menampilkan kompleksitasa yag lebih besar dan adaptabilitas yang lebih menyeluruh. Tugas untuk suatu antropologi adalah mencapai kosepsi tentang evolusi atau perkembangan (kedua istilah itu kami gunakan silih berganti) yang memberi kita manfaat dalam memikirkan, meneliti dan menjelaskan perubahan budaya.


Ø  Fungsionalisme
Fungsionalisme adalah penekanan dominan dalam studi antropologi khususnya penelitaian data etnografis, selama dasawarsa silam. “suatu rancangan evolusioner juga tercakup penyusunan tipe-tipe struktural serta pengorganisasian tipe-tipe itu dalam runtunan logis tertentu yag mendekati jejang kompleksitas yang makin meninggi” hal72. Fungsionalisme juga merupakan bagian dari metodologi untuk mengeksplorasi saling ketergantungan, juga sebagai persperktif toritik yag bhertumpu pada analogi dengan organisme. Sedang fungsinya sebagai asumsi (terbuka,tersirat), bahwa semua sistem budaya memiliki syarat-syarat fungsionalisme tertentu untuk memungkinkan eksistensinya.
Menurut Robet Merton ada dua asumsi tersirat yakni: (1). Postulat keutuhan fungsional masyarakat, yakni bahwa segala sesuatu berhubungan fungsional dengan segala sesuatu yag lain. (2). Postulat fungsionalisme universal: segala unsur budaya melaksanakan sesuatu fungsi, dan tidak ada satupun unsur lain yang mampu melaksanakan fungsi yang sama itu. Metron menjelaskan perbedaan antara “fungsi manifest” dan “fungsi laten”: fungsi manifest: konseksuensi objektif yang memberikan sumbangan pada penyesuaian atau adaptasi system yang dikehendaki dan disadari oleh partisipan system tersebut, sedang fungsi laten: konsekuensi objektif dari makna budaya yang tidak dikehendaki atau disadari oleh warga masyakatnya.
Ø  Perubahan Budaya
Analisis fungsional hanya mampu menjelaskan persoalan-persoalan pemeliharaan-diri system sedang ia tidak dapat menjelaskan tentang perubahan struktur. Yang menjadi permasalahan utama ialah bahwa kita tidak dapat mengatakan kapan suatu intitusi lebih bersifat fungsional daripada bersifat disfungsional, bila hanya mengunkan tinjaun empirik sederhana.
Ø  Prasyarat Fungsional
Sekitar tahun 1950an para ilmuwan membuat daftar susunan prasyarat meliputi : (a).jaminan adanya hubungan yang memadai dengan lingkungan dan adanya rekuitmen seksual, (b).diferensiasi peran dan pemberian peran (c).komunikasi (d).perangkat tujuan yang jelas dan disanggga bersama (e). (f).pengaruh normatif atas sarana-sarana (g).pengaturan ungkapan afektif (h).sosialisasi (i).control efektif atas bentuk-bentuk prilaku yang mengacau (disruptif). Syarat analias fungsional yang memadai: (1).Suatu kosepsi tetang system, (2).Daftar syarat fungsi untuk system itu, (3).Definisi sebagai sifat atau status system yang dalam keadaa terpelihara, (4).Prasyarat tentang kondisi eksternal system iru dapat dibayangkan memiliki pengaruh terhadap sifat-sifat tersebut dan dengan demikian dapat dikontrol, (5).Pengetahuan tertentu tentang mekanis internal dalam pemeilharaan system itu atau dalam mempertahankannya agar berada dalam satu batas tertentu.
Ø  Sejarah
Sejarah adalah peristiwa yang terjadi dimasa silam, pengetahuan sejarah adalah pengetahuan tentang peristiwa masa silam. Karya sejarawan dan karya etnografi keduanya terlibat dengan metodologi yang sama. Laporan etnografi sangat mirip dengan sejarawan terdapat struktur, pola, intitusi smua merupakan produk sinteksis kontruktif adalah hasil imajinasi disiplin sang etnograf hal 93. Pengkawinan dari perpektif fungsionalisme dan evolusionisme dan sejarah sehingga dapat kita merumuskan teori. Penelitian antopologi yang mengunakan orientasi teoritik disebut historis.
Ø  Ekologi Budaya
Ciri dari ekologi budaya megenai adaptasi, (1). Sehubungan denga cara system beradaptasi terhadap lingkungan totalnya (2). Sebagai konsekuesi adapatasi sitemik itu- perhatian terhadap cara institusi-institusi dalam suatu budaya saling beradapatsi atau menyesuaikan diri.
Ø  Konsep Lingkungan
Ekologi adalah lingkungan (environment) dan adptasi (adapatation). Lingkungan lebih menonjol untuk menandai habitat alami, misal : hutan, gunung, hujan, tanah dsb. Sikluitas lingkungan ke budaya atau budaya ke lingkungan. Lingkungan efektif adalah lingkungan yang mampu dikonseptualisasikan, dimanfaatkan, dan dimodifikasi oleh manusia. Lingkungan operational adalah lingkungan budaya karena pertama ligkungan ini merupakan priodak campur tangan dan pembenahan culture, kedua: karena suatu faset penting dalam adaptasi segala masyarakat ialah adaptasinya terhadap system-sistem budaya lain dengan sesuatu cara mempengaruhi masyarakat tersebut.
Ø  Konsep Adaptasi
Adaptasi merupakan sebagai proses yang menghubungkan sistem budaya dengan lingkungan lainya.lingkungan merupakan produk budaya, maka upaya untuk menjelaskan budaya sehubungan dengan lingkungan menjadi sifat tautologies. Tanpa adanya konsep adaptasi dan konsep ligkungan sebagai alat perangkat dalam konseptual dibidang antropologi barangkali sangat miskin.
III.           Tipe-tipe teori budaya
Bagaimana teori-teori pokok yang bersifat metodologi (ancangan evolusionisme, fungsionalisme, sejarah, ekologi budaya) mampu menjawab pertanyaan mengapa (bagaimana) timbul regulasi alam.
Ø  Teknoekonomi
Suatu budaya membiarkan teknologi memegang kendali atau mengendalikan tenologi  demi perbaikan sosial.
Ø  Ekologi Budaya dan Teknoekonomi: Orientasi dan Teori
Orientasi teoritik dan teori adalah dengan memeriksa hubungan antara ekologi budaya (yang sesuatu orientasi teoritik) dengan teori ekonomi tertentu. Banyak antropolog mengangkap keduanya itu sama, alasannya (1). Ekologi budaya merupakan teori bukan orintasi teoritik maupun orientasi metodologi (menurut penulis) (2). Ketika telah terjadi perubahan dari sikap programatik atau umum menuju hipotesis empirik tertentu, variable-variable kunci digunakan dalam memberikan penjelasan memang memiliki tekniekonomis yang kuat.
Teknoekoomis tidak secara eksklusif dan langsung memusatkan pada teknik dan alat yag digunakan oleh suatu masyarakat untuk memenuhi kebutuha ekonomisnya. “Tekno” mengacu pada perlegkapan teknik atau materiil dan pengetahuan yang ada.” Ekonomi » penekanan pengaturan yag dilakukan masyarakat dalam mengunaka peralatan teknik dan pengtahuan utuk berproduksi, distribusi, baik dikosumsi barang dan jasa. Ini maenjadi penekanan mark ketika membedakan “sarana produksi” dan “cara produksi”. Teknologi adalah hal-hal matriil yang tidak dapat bekerja secara terpisah dari system sosioekoominya beserta segala sesuatu yang menyangkup pemanfaatan, penambahan sebesar-besarnya, penggalakan, atau penindasan pertumbuhan maupun perluasan suatu bidang.
Ø  Determian Teknoekonomi
Ø  Struktur Sosial
Menurut Evans-Pritchard struktur sosial adalah kofigurasi kelompok-kelompok yang mantap. Manurut Talcott-Parsons, suatu system harapa atau ekspekstasi normative. Levi-Straus stuktur sosial adalah model. Teori stuktur sosial dalam kenyataannya mempermasalahkan cara yang bermanfaat dalam membeda-bedakan serta berkonseptualisasi berbagi bagian dari system budaya dan hubungan antar bagian itu. Pilihan dan keputusan menarik dari minat antropologi ialah yang mempunyaio arti dan muatan makna sosial;bukan pilihan atau putusan acak yang dibuat oleh individu melainkan yang tampaknya berpola.
Ø  Peran Struktur Sosial sebagai Penentu
Suatu sudut pandang yakni konsepsi struktur sosial dalam hubugannya dengan tidak sosial, interaksi sosial, dan perilaku peran. Menurut Percy Cohen “bahwa muatan dan pola aksi dan interaksi sosial itulah yang justru merupakan cerminan sifat-sifat fenomen keseluruhan struktur sosial” hal 149. Konsepsi struktural secara makroskopis menurut teoriwan “(sehubungan dengan kelompok dan intitusi, da tidak sehubungan dengan actor individu) telah mencoba merumuskan teori yang menggunakan cirri dan variable individu struktural untuk mengajukan analisis penjelasan atau kausal.
Ø  Matra Politik
Menurut pendapat Marshall Sahlins menunjukkan bahwa ketika kedudukan atau jabatan mengandung kekuasaan muncul (bukan kekuasan yang sekedar melekat pada karakteristik pribadi) kedudukan politik itu (atau orang menempatinya) mereaksi struktur perekonomian dan mereorganisasiannya menjadi jaringan produksi dan distibusi yag berbeda cukup tajam deng cirri-ciri perekonomian sebelumnya.
Ø  Ideologi
Idiologi untuk mengacu kepada kawasan ideasional dalam suatu budaya, yang meliputi nilai, norma, falsafah dan kepercayaan religious, sentiment, kaidah etis, pengetahuan atau wawasan tentang dunia, etos, dan semacamnya. Sedang menurut de Tracy “ideology ialah istilah yang menunjuk pada ilmu tentang gagasan” artinya tidak terlalau objektif melainkan disusun untuk mendukung (untuk menyerang) suatu misi dengan maksud tertentu.
Ø  Masalah Metodologi dalam Menetapkan Batas Subsistem Ideologi
Ideologi harus disimpulkan dari sesuatu berntuk prilaku, dari apa kata orang atau dari pengamatan atas orang-orang yang berinteraksi dalam berbagai system sosial.
Ø  Masalah Penjelasan Kausal
Ideologi memperngaruhi komponen budaya melalui proses pengkondisian psikologi yakni melalui gagasan terhadap prilaku manusia. Dengan berdasakan meringkas sekumpulan data pengamatan dan mengolong-golongkannya sebagi norma atau nilai. Norma sebagai nilai, da prilaku ditentuka oleh norma. Nilai digunakan untuk menjelaskan pola prilaku tertentu, nilai harus idipenden, bebas terhadap (1). Norma-orma yang menunjukkan nilai tersebut (2).indipendent/bebas terhadap prilaku yang hendak dijelaskan oleh nilai-nilai yang dirumuskan tadi. Faktor penjelasan; nilai, norma, tema, etos dan semacamnya. Teknologi memilki nilai kausal dan prediktif terbesar, disusul oleh ideology tak jauh dibelakangnya, gabunag antara ideologi dan teknologi merupakan varian paling besar dalam keseluruhan system. 
Ø  Logikan Hal Irrasional
Pekerjaan antropologi ialah menunjukan bahwa dibalik irrasional itu institusi-institusi tersebut sesungguhnya rasionalitas walaupun partisipannya sendiri barangkali tidak tidak menginsyafi rasionalitas itu.ideologi yang menjamah psikologi menjadi penjelasan psiko-ideologi. Dalam penjelasan ideologi khusus psiko-ideologis kami tak pernah meragukan dampak ideologi terhadap sistem budaya sebagi factor penentu dalam menimbulkan atau menangkal perubahan.
Ø  Kepribadian: Matra Sosial dan Psikobiologis
Tiga sub-sistem budaya; teknoekonomi, struktur sosial dan ideology, namun terdapat tambahan yang mempunyai arti penting yakni tentang stabilitas dan perubahan budaya. Kepribadian dalam factor kausal artinyakepribadian yang digunakan untuk menjelaskan budaya, dengan mengamati hungan variable psikologi dengan gejala sosial-kultural. .
Ø  Aliran Budaya-Kepribadian yang Lama
“Kesatuan psikis umat manusia” salah satu aksioma tertua dan fundamental jelas adalah anggapan tentang proses mental yang berlaku bagi segala manusia, maka para antropologi meninggalkan penjelasan rasial, biologis dan genetika mengenai perubahan budaya. “Mazhab lama kepribadian-budaya”, dengan dua konstruk; struktur kepribadian dasar dan struktur kepribadaian modal.  
Ø  Aliran Budaya-Kepribadian yang Baru
Tumbuhnya antropologi kognitif di picu oleh linguistik, dengan tujuan mengetahui alat konseptual yang digunakan suatu bangsa untuk mengklasifikasi, menata, dan menafsirkan semesta sosial secara alaminya. Serta pengkategorian terkode dalam struktur dan cirri pembeda kebahasaan yang digunakan oleh suatu bangsa. Konstan Psikobiologis, antropolog menyadari hubugan antara manusia sebagai makluk biologis dengan sifat-sifat budayanya.
Ø  Catatan penutup
Dalam praktiknya antropologi budaya dalam aliran apapun cenderung mengunakan variable-variable dari dua subsistem atau lebih, ketika menganalisis atau menjelaskan.
IV.          Analisis Formal
Struktualisme dan etnografi-baru mencakup etnosemantik, etnosains, dan analisis komponen. Titik berat ancangan semacam itu pada kode budaya, kaidah konseptual, system lambing dan sebagainya. Dalam strutualisme gaya Levi-Strauss, yang jadi fokus dan sumber penjelasan adalah sifat logis pikiran manusia itu sendiri. Strukturalisme dan etnografi-baru menonjol sebagai perintis ialah bahwa metodologi, peristilahan dan kerangka koseptual yang digunakan tidak hanya pada lingkungan struktural namun juga perkembangan paling mutakhir dari ilmu-ilmu yang disebut high science. Teoriwan bekerja meguaka suatu model budaya yang memandang fenomena cultural sebagai sesuatu yang pada dasarnya adalah kode-kode.
Ø  Model sebagai Pirantik Heuristik
Beberapa yag harus diperhatikan dalm mengunakan model; (1).suatu model merupakan aproksimasi (penghampiran). (2). Hubungan antara suatu model dengan fenomen empirik selalu bersifat isomorfis (sama bentuk). Keduanya sama secara stuktur bukan identitas. Budaya adalah tata bahasa logika (logical grammar) atau suatu kode, atau seperangkat aturan formal-stuktural utuk mendorong munculnya tindakan yang tepat. 
Ø  Strukturalisme
Bahasa adalah system perlambangan yang disusun secara sewenang (arbiter), dalam system bunyi, unit-unit konstituen bahasa adalah fenom-fenomnya yakni kelompok signifikan yang memuat unsure-unsur bunyi. Tugas dari linguis ialah merumuskan dan mengekplisitkan hal-hal yang tersembunyi dari padangan dan terkubur dalam bagian “bawah sadar” itu
Ø  Etnografi Baru
Pendekatan formal materi etografi; etosains, etnosemantik, analisis komponen dan sebagainya. Menurut Sturtevat suatu program metodologis untuk melaksanakan penelitian lapangan etnografis. Etnografi-baru diajukan untuk membuat pemaparan etnografi menjadi akurat, da lebih replikabel dari pada yang dianggap telah berlalu pada masa sebelumnya.
Ø  Pendekatan Emik dan pedekatan Etik Terhadap Fenomena Budaya
Sasaran utama etnografi baru ialah eliminasi atau setidaknya menetrlisasai bias yang berpotensi menimbulkan kesenjangan di pihak etnograf. Sedang kategori kognitif seorang antropolog dirancang untuk kegunaan lain tidak utuk mereproduksi “realitas kutural” melaikan utuk menjadi realitas itu dapat dipahami dalam suatu bingkai perbandingan.
V.            Epilog Beberapa Tema Lama dan Arah Baru
Ø  Antropologi dalam Krisis
Antropologi kelihatan sedang mengalami krisis. Optimistic namanya bahwa terobosan yang mungki dilakukan akan mempunyai atau makna sebanding.
Ø  Pandangan Tradisional
Penekanan pada kerja lapangan dan observasi-partisipasi yang mulai muncul sebagai piranti utama pengumpulan data antropologis kira-kira peralihan abab ini.
Ø  Kritik terhadap Pandangan Tradisional
Dalam era modern isolasi dan otonomi adalah mitos yang menyesatkan. Pengetahuan antroologi tak lain adalah setumpuk ideology yang boleh dipilh atau dipunggut secara manasuka berdasarkan selera estetik dan keyakinan politis seseorang beserta bias nilai lainnya.
Ø  Kecederungan Masa Depan
Titik Temu degan Ilmu-ilmu Sosial Lain
Ilmu-ilmu sosial menjadi saling bergantung dalam hal penelitian, analisis, dan penerapannya, ketika ilmu-ilmu itu secara kolektif mengarah pada pada suatu holism jenis baru.
Ø  Relevansi dan Aplikasi
Perkembangan antropologi ialah menguatnya penekanan pada kritik sosial terhadap “rekayasa sosial” atau aspek terapan dari dispilin antropologi. Suatu ilmu sosial yang hanya tidak sedikit atau sama sekali tidak memiliki sesuatui yang bermakna bagi penanganan ihwal sosial yang sejaman, memang sulit disebut sebagai ilmu sosial.

Kritik dan saran
Stuktur bahasa, mudah dicerna, sangat cocok sekali untuk dasar pada lingkungan akademis yang berfokus pada bidang humaniora.
Ada sub bab yag tidak sesuai dan tidak ada yang ditunjukkan oleh daftar isi sub bab Ekologi Budaya halaman 109.
Pada halam 87, ada prasayat yang membingungkan apakah bener untuk (e) tidak ada, atau ada, bila ada mohon di perjelas lagi atau dibumbuhi untuk cetakan selanjutnya.

No comments:

Post a Comment